Kamis, 04 Juni 2009

Belajarlah untuk Malu, Sebelum Dipermalukan

Erwin Arianto

Kita saat ini berada di sebuah zaman oleh banyak orang bilang zaman edan.Bahkan sampai bisa dikatakan manusia lebih sesat daripada binatang. Seorang anak membunuh ibunya, seorang ibu yang dengan tega membunuh anaknya walau masih dalam kandungan ( aborsi ).Seorang bapak memperkosa anaknya, aurat dipertontonkan dengan menggunakan kecanggihan teknologi.Harga diri dijual dijadikan ajang komoditi, perempuan rela telanjang di depan umum demi seni body painting, suami istri melakukan perselingkuhan dengan bangganya, dan lain sebagainya. Rasa malu sebenarnya merupakan bagian dari iman. Dengan rasa malu tidak akan mendatangkan kecuali kebaikan.

Malu adalah suatu kondisi di mana kita merasa bersalah jika melakukan suatu perbuatan. Karena itu di dalam bahasa Inggris ‘ashamed’ atau malu diartikan dengan ‘troubled by guilty feeling,’ atau merasa terganggu oleh adanya rasa bersalah. Harapannya, rasa malu ini bisa jadi pagar pengaman dari nafsu binatang kita yang kadang liar dan sulit terkendali. Bagaimana rasa bersalah bisa muncul, ini tentunya didasarkan atas beberapa kemungkinan. Sebagaimana dalam ilmu sosial-keagamaan, dalam proses mencari kebenaran kita bisa menyandarkan pada beberapa ukuran. Pertama, didasarkan atas kebenaran yang dipahami sendiri. Kedua, kebenaran yang diyakini oleh orang banyak. Jika dianalogikan, maka rasa malu bisa tercipta, Pertama, atas dasar pemahaman diri sendiri tentang perasaan bersalah. Kedua, berdasarkan keyakinan suatu masyarakat dalam lokal budaya tertentu. Ini biasanya disebut dengan moral. Ketiga, lahir dari pemahaman atas doktrin ketuhanan.

Bila seorang tidak mampunyai rasa malu , ia akan menjadi keras dan berjalan mengikuti kehendak hawa nafsunya. Tak peduli apakah yang harus menjadi korban adalah mereka yang tak berdosa. Ia rampas harta dari tangan-tangan mereka yang fakir tanpa belas kasihan, hatinya tidak tersentuh oleh kepedihan orang-orang lemah yang menderita. Matanya gelap, pandangannya ganas. Ia tidak tahu kecuali apa yang memuaskan hawa nafsunya. Bila seorang sampai ke tingkat prilaku seperti ini, maka telah terkelupas darinya fitrah agama dan terkikis habis jiwa.

Sudah saatnya malu menjadi budaya yang harus selalu dijaga dan dipelihara, baik oleh individu, kelompok, terlebih bangsa ini. Kita sadari betapa tidak berhentinya petaka, bencana, yang melanda bangsa ini mungkin salah satunya diakibatkan oleh hilangnya rasa malu. Ketika pejabat malu berkorupsi, seorang pengusaha merasa malu jika terlambat memberi upah pada karyawannya,artis malu memamerkan aurat, kita malu mengumbar kata-kata kotor maka yang terjadi adalah pembentukan budaya malu yang akan memajukan bangsa ini.

Kenapa memiliki rasa malu itu penting dan harus dibudayakan. Karena dengan rasa malu kita tidak akan lagi menyaksikan tindakan amoral dan kekerasan yang meresahkan masyarakat banyak. Orang-orang akan berkompetisi untuk bersikap sosial yang baik dan mengubur tindakan amoral dengan rapi. Karena itu hal ini perlu dibudayakan. Sebagaimana yang kita ketahui, salah satu pengertian budaya adalah tingkat mutu ekspresi manusia. Dalam perihal mencari penghidupan misalnya, kualitas budaya beberapa orang pejabat dapat dilihat melalui pola ekspresi atau cara bagaimana mereka mendapatkan penghidupan.

Sebenarnya sebagian bangsa Indonesia secara sadar menyatakan bahwa “malu” merupakan bagian dari budaya bangsa. Berbagai pernyataan dan tulisan di media telah membahas hal tersebut. Namun kiranya kurang arif manakala hanya karena ulah dari suatu pihak atau kelompok “yang tidak tahu malu”, kemudian dikaitkan dengan budaya bangsa secara keseluruhan. Faktor budaya adalah asset bangsa, maka perlu kearifan dalam memahami masalah ini.

Saat kapan untuk menunjukkan rasa malu bagi masing-masing individu adalah sangat relatif tergantung kepada pribadi, waktu, tempat, serta konteks permasalahan yang dihadapi oleh orang per orang. Untuk membangun “budaya malu”, fungsi agama dan lembaga pendidikan adalah sangat penting dan ikut menentukan. Apabila sampai pada keadaan bahwa orang sudah tidak punya malu, maka misi agama dan lembaga pendidikan dianggap gagal.

Dekandensi moral sudah sedemikian meluas, dan menghilangnya budaya malu, dan berganti menjadi budaya malu-maluin. Sebagai contoh adanya kebebasan seksual pada generasi muda saat ini, Budaya malu harus kembali dikampanyekan. Malu memperlihatkan aurat, malu mengambil hak yang bukan hak pribadinya, malu dan malu. "Jadi orang harus diajak untuk memiliki malu kalau melakukan penyimpangan pada bidangnya. Budaya malu adalah benteng terakhir untuk tidak melakukan suatu perbuatan yang melanggar moral, etika, norma dan hukum.

Pada esensinya, kondisi masyarakat sudah banyak berubah hingga hari ini, baik di bidang sosial, ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan. Namun segenap perubahan itu masih saja menyisakan sisi gelap yang pada akhirnya kurang memberi manfaat dan merugikan sebagian dari masyarakat.Karena itu yang perlu ditanamkan sebagai landasan untuk melakukan perubahan adalah budaya malu. Bila budaya malu sudah tertanam maka tatanan kehidupan masyarakat akan beranjak pada budaya kerja. Pada tahap yang paling tinggi, segenap kehidupan masyarakat akan terikat oleh budaya mutu. Pada tahap inilah yang namanya kemakmuran dan kesejahteraan hidup bersama akan bisa terwujud. Rasa malu itu yang kini luntur dalam warna kehidupan bangsa kita, dalam terlalu banyak hal.


Maka Sudahkah Anda malu ? Atau Anda termakdsud orang yang malu-maluin.
Segenap saran dan kritik dapat dikirim langsung ke erwinaria@gmail.com. Budaya malu harus dijadikan suatu mekanisme kendali diri sendiri bagi bangsa ini.

"Belajarlah untuk malu, sebelum dipermalukan."


Best Regard
Erwin Arianto,S.E.

Malu

Malu ~ Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah [3/4]

Jenis-Jenis Malu
Terdapat banyak jenis-jenis malu, di antaranya :

Malu kepada Allah,
Ketahuilah sesungguhnya celaan Allah itu di atas seluruh celaan. Dan pujian Allah subhanahu wata’ala itu di atas segala pujian. Orang yang tercela adalah orang yang dicela oleh Allah. Orang-orang yang terpuji adalah orang-orang yang dipuji oleh Allah. Maka haruslah lebih malu kepada Allah daripada yang lain.

Malu kepada Allah adalah jalan untuk menegakkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Karena jika seorang hamba takut dicela Allah, tentunya ia tidak akan menolak ketaatan dan tidak pula mendekati kemaksiatan. Oleh karena itulah malu merupakan sebagian dari iman.
Nabi shollallahu’alaihi wassallam bersabda, “Iman itu memiliki tujuh puluh cabang lebih, yang paling utama adalah ucapan laa ilaaha illallah ( tiada illah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah ), dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu termasuk salah satu cabang iman.”

Malu kepada Manusia,
Termasuk jenis malu adalah malunya sebagian manusia kepda sebagian yang lain. Sebagaimana malunya seorang anak kepada orangtuanya, isteri kepada suaminya, orang bodoh kepada orang pandai, serta malunya seorang gadis untuk terang-terangan menyatakan ingin menikah.

“Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, bahwasanya ia berkata, ‘wahai Rasulullah Shollallahu’alaihi Wa Sallam, sesungguhnya gadis itu malu. Maka Rasulullah Shollallahu’alaihi Wa Sallam bersabda, “Persetujuannya diketahui dari diamnya’”.

Malunya seseorang terhadap dirinya,
Dan ini salah satu bentuk malu yang dirasakan oleh jiwa yang terhormat, tinggi dan mulia, sehingga ia tidak puas dengan kekurangan, kerendahan dan kehinaan. Karena itu engkau akan menjumpai seseorang yang merasa malu kepada dirinya sendiri, seolah-olah di dalam raganya terdapat dua jiwa, yang satu merasa malu kepada yang lain.
Malu inilah yang paling sempurna karena jika pada dirinya sendiri saja sudah demikian malu, apalagi terhadap orang lain.

Keutamaan-keutamaan Sifat Malu
Allah mencintai sifat malu,
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Pemalu dan Maha Menutupi. Dia mencintai rasa malu dan ketertutupan.”

Malu adalah akhlaq Islam,
“Sesungguhnya setiap agama itu berakhlaq, Sedangkan akhlaq agama Islam adalah malu.”

Termasuk bagian dari iman,
Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah Shollallahu’alaihi Wa Sallam melewati seorang laki-laki dari sahabat Anshar sedang menasehati temannya tentang rasa malu. Lalu Rasulullah Shollallahu’alaihi Wa Sallam bersabda, “Biarkan ia, sesungguhnya malu merupakan bagian dari iman”

Sifat malu mendatangkan kebaikan,
“Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan”

Sifat malu menghantarkan ke surga
“Malu itu bagian dari iman. Dan iman tempatnya di surga, sedangkan ucapan keji termasuk bagian dari tabiat kasar, tabiat kasar itu tempatnya di neraka.”