Senin, 30 Maret 2009

Keajaiban Senyum

By Supardi Lee

Simple and Powerful

Tersenyum, betapa mudahnya hal ini dilakukan. Hanya butuh sedetik untuk merubah bentuk bibir menjadi senyum. Dan hanya butuh tujuh detik mempertahankan sang senyum untuk terlihat sebagai ungkapan ketulusan hati.

Tetapi kenapa hal sederhana ini jarang terlihat? Wajah-wajah di jalan, di angkutan umum, di kantin, di kantor, bahkan di tempat wisata yang seharusnya menjadi kebun senyum, justru terlihat buram. Kerutan-kerutan di wajah menunjukkan betapa berat beban yang harus ditanggung wajah-wajah itu. Banyak wajah yang daerah di antara dua matanya mengkerut. Menyeramkan dan tampak garang. Duh ....

Senyum itu sudah hilang dari wajah banyak orang. Entah kenapa senyum – bahkan tawa – yang selalu cerah menghiasi wajah-wajah itu dari kecil, sirna begitu saja. Sekarang, bahkan bukan hanya wajah-wajah tua dan dewasa yang telah kehilangan senyum manis. Wajah para remaja dan anak-anak pun telah ketularan kerutan-kerutan penuh beban itu.

Senyum pada hakikatnya adalah salah satu anugerah indah dari Tuhan Yang Maha Indah. Tuhan sengaja menganugerahkan senyum sebagai bagian dari keindahan manusia. Sayang, anugerah indah ini, tidak banyak ditemui di wajah banyak manusia. Dunia akan jauh lebih indah bila penduduknya gemar tersenyum.

Hidup dan kehidupan manusia pun akan lebih indah dan menenteramkan bila kita menemui banyak senyum di sekeliling kita. Terutama sang senyum dari wajah kita sendiri. Bukankah sangat enak bila kita menerima senyum? Dan bukankah jauh lebih enak bila kita lah yang memberi senyum?

Saudara, senyum yang sederhana, mudah dan gratis itu ternyata menyimpan banyak keajaiban. Setidaknya dari berbagai pengalaman dalam hidup saya. Yap, dalam hidup saya, saya menemui banyak keajaiban. Bentuknya macam-macam. Ada kemudahan, kesehatan, kekayaan, kebaikan, solusi dan sebagainya dari sebuah senyuman.

Sang senyum – lengkungan yang menurut Pak Gede Prama bisa meluruskan banyak hal – adalah hal yang luar biasa. Ia seperti oase di tengah gurun pasir. Ia seperti setetes air jernih dari mata air yang bisa menghilangkan dahaga. Ia seperti udara bagi yang tercekik. Ia seperti sumbangan uang bagi fakir miskin yang dirawat di rumah sakit. Ia seperti mangga muda bagi ibu muda yang sedang ngidam. Ia seperti pinjaman uang bagi yang sedang membutuhkan. Ia juga seperti semangkuk mie instan bagi pengungsi yang kelaparan.

Senyum pada hakikatnya adalah kebutuhan manusia. Siapa yang senang tersenyum membuat jiwa, perasaan, pikiran dan fisiknya terpenuhi salah satu kebutuhannya. Bila manusia tidak senang tersenyum, ada luka di jiwa, rasa dan pikirnya. Sang jiwa yang terluka membuat hidup dipenuhi kegelisahan. Sang rasa yang terluka membuat hidup tidak tenang. Sang pikir yang terluka membuat hidup penuh beban.

Aturan Senyum Tulus

Senyum tulus ada aturannya? Ya, ada. Aturan ini saya dapat dari dua orang guru saya. Pertama Pak Jamil Azzaini. Kedua, Pak Amir Tengku Ramly. Pertama sekali, saya belajar dari Pak Jamil, bahwa senyum itu harus 227. Artinya senyum baru terlihat tulus dengan menarik bibir ke kanan 2 cm, ke kiri 2 cm, pertahankan minimal selama 7 detik. Bila kurang dari 7 detik, maka senyum itu akan kehilangan ketulusannya.

Aturan ini lalu disempurnakan oleh Pak Amir. Menurut Pak Amir, senyum itu harus 127. Angka satu artinya sang senyum harus lah berasal dan bertujuan untuk menyatukan hati. Hati yang memberi dan menerima senyum. Dengan begitu, senyum itu berperan sebagai pengikat dan jembatan antara satu diri dengan diri-diri yang lain. Sedang angka 2 dan 7, maknanya sama dengan aturannya Pak Jamil.

Itulah senyum saudara ....
Ia sederhana, tapi dahsyat luar biasa.
Ia kecil, tapi bermakna raksasa.
Ia mudah, tapi sangat berharga.
Karenanya, ....
Tersenyum lah saudara
Nikmati keajaiban-keajaiban dalam hidup anda.
Dan ....
Bagikanlah keajaiban bagi hidup sesama kita.

Selasa, 10 Maret 2009

Budaya Bersalaman

Oleh : Agusti Anwar

Tangan bertemu tangan, saling menggenggam. Itulah bersalaman atau berjabat tangan, yang merupakan ekspresi ramah tamah yang paling umum di dunia.

Semua bangsa pasti mengerti maknanya. Walau pun budaya lokal dapat berlainan, namun saking mendunianya jabat tangan, maka semua orang pasti mengenalnya sebagai bahasa tubuh penyampaian salam.

Konon, bersalaman adalah pernyataan sikap damai; bahwa masing-masing hampa tangan dan tidak memegang atau menyembunyikan senjata. Artinya, bersalaman bertolak belakang dengan sikap bermusuhan.

Menurut Herbert Spencer yang malang melintang dalam Sosiologi, berjabatan tangan pertama kali bermula dalam budaya bangsa Arab yang bertemu di gurun pasir. Di Eropa kuno, juga Yunani, bersalaman kemudian juga menjadi simbol. Semua untuk menunjukkan sikap bersahabat.

Dalam praktek hingga kini, bersalaman merupakan bentuk interaksi yang positif. Orang bersalaman ketika baru bertemu, atau ketika berpisah; ketika mengucapkan selamat atau sepakat dan saling berjanji. Ketika kontrak ditandatangani, ketika pernikahan dilangsungkan, ijab dan kabul itu pun disimpulkan dengan tangan yang saling berjabatan.

Ketika permusuhan diakhiri, hati dibuka untuk memulai hubungan baru yang bersahabat, maka bersalamanlah. Ketika meminta maaf, bahkan meminta ampun, jabatan tangan pun merupakan salah satu penandanya.

Memang tidak semua bangsa akan saling bersalaman. Namun, bangsa kita adalah di antara yang paling sering melakukan itu. Sebagian dari kita bahkan terlalu rajin untuk bersalaman, hampir dalam setiap kesempatan. Yang lain, mungkin sedikit lebih jarang; hanya ketika dirasa perlu.

Namun yang lebih perlu adalah bahwa jabatan tangan itu tulus, bukan palsu.

Adakalanya, dalam bersalaman itu, lebih berwarna basa-basi. Kita bersalaman sekedar untuk bersalaman. Beberapa orang ketika sedang bersalaman, bahkan sama sekali tidak melihat orang yang disalaminya. Herannya, sengaja atau tidak, ketika bersalaman dengan orang, apalagi yang tidak dikenal, langsung terukur penting tidaknya kita dimata lawan bersalaman kita itu.

Dalam menyalami orang penting, tidak jarang ketika tengah bersalaman, hanya tangan yang bertaut. Mata, entah ke mana. Apalagi, mungkin, hati?

Yang paling menyakitkan, tentunya, apabila yang disalami justru bukan siapa-siapa, dan jabatan tangan Anda pun masih disambillalukan.

Lucunya, tidak jarang berjabatan yang paling terasa hangat adalah dengan politisi yang butuh suara, dengan penjual ketika Anda menjadi calon pelanggan yang potensil atau dengan diplomat yang menggenggam tangan Anda dengan erat. Kalau pun mereka mungkin bukan betul-betul tulus, lebih sekedar formalitas public relations atau pendekatan bisnis karena kebutuhan profesi, paling tidak mereka berusaha memperlihatkan antusiasme.

Bersalaman memang sering mampu mengukur temperatur hati seseorang. Orang yang tulus akan bersalaman dengan mata dan hati yang bersih. Bahkan, sekalipun itu politisi, pengusaha atau diplomat. Sedangkan mereka yang sekedar angkuh atau tinggi hati, kadangkala lebih pantas untuk tidak disalami.

Menebar Salam

Oleh : Ummu Hasna Syahidah

'' Sebarkanlah salam, hubungkanlah tali silaturahim, berilah makan dan dirikanlah shalat malam di saat manusia tertidur lelap. Niscaya kalian akan masuk surga dengan damai.'' ( HR : Tirmidzi ).

Ulama berbeda pendapat akan makna salam dalam kalimat “ Assalaamu 'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuhu.” Sebagian ulama berpendapat, salam adalah salah satu nama dari nama-nama Allah sehingga kalimat assalaamu 'alaik berarti '' Allah bersamamu.'' Sebagian yang lain berpendapat makna salam adalah keselamatan sehingga maknanya, ''Keselamatan selalu menyertaimu.''

Nabi SAW sangat menganjurkan umatnya saling menebar salam, mengucapkan salam kepada sesama Muslim, baik yang belum dikenal maupun yang sudah dikenal.

Beliau juga mengatakan di salah satu hadis bahwa salah satu syarat agar dapat saling cinta-mencintai adalah dengan menebarkan salam, afsyu al-salam bainakum, demikian ungkap beliau. Dengan kata lain, Nabi SAW memerintahkan umatnya membangun dan menciptakan '' budaya salam '' dalam kehidupan sehari-hari.

Rasulullah SAW bersabda, '' Kamu sekalian tidak akan masuk surga sebelum beriman, dan kamu sekalian tidaklah beriman sebelum saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang apabila kamu kerjakan niscaya kamu sekalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antaramu sekalian. '' ( HR : Muslim )

Kita dapat merasakan dan membuktikan betapa ucapan, ” Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu,” memiliki daya magnet yang luar biasa. Hati kita menjadi damai jika mendengar orang lain mengucapkannya, sekalipun salam itu tidak ditujukan kepada kita.

Tak heran, jika Nabi SAW sangat menganjurkan umatnya selalu mengucapkan salam secara sempurna, karena hal demikian akan mendapat pahala tiga puluh. Bahkan, secara etika dalam mengucapkan salam Nabi SAW memberikan bimbingan yang sangat konkret.

Seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, '' Hendaklah orang yang lebih kecil memberi salam kepada yang lebih besar darinya, orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan kaki, dan kelompok yang sedikit memberi salam kepada kelompok yang banyak.'' ( Muttafaq 'Alaih ).

Semestinya kita selalu bersemangat dalam melakukan kebaikan dan menghidupkan serta menyuburkan sunnah Rasulullah SAW. Menebar salam antarumat Muslim adalah salah satu sunnah yang sangat dianjurkan Nabi SAW. Semoga dengan banyak menebar salam antarsesama Muslim, rasa saling mencintai, mengasihi akan menjelma dalam kehidupan kita sehari-hari.